Jumat, 30 April 2010

Sisi baik pak Harto


"Memang setelah saya umumkan tentang adanya "Supersemar" itu, dipersoalkan orang,
apakah surat perintah itu hanya satu "instruksi" Presiden kepada saya,
ataukah satu "pemindahan kekuasan eksekutif yang terbatas?"
Menurut saya, perintah itu dikeluarkan di saat negara dalam keadaan gawat
di mana integritas Presiden, ABRI dan rakyat sedang berada dalam bahaya, s
edangkan keamanan, ketertiban dan pemerintahan berada dalam keadaan berantakan.
Seperti saya nyatakan di depan Radio dan TVRI di pertengahan Juni 1966,
saya tidak akan sering menggunakan Surat Perintah 11 Maret tersebut,
lebih-lebih kalau surat perintah itu belum diperlukan.
Mata pedang akan menjadi tumpul bila selalu digunakan.
Sebagai perbandingan saya kemukakan, segerombolan monyet yang menyerang
ladang jagung si Polan dapat diusir hanya dengan tepukan tangan penjaganya.
Oleh karena itu, tidaklah baik memobilisasi satu kompi kendaraan berlapis baja
cuma untuk mengusir segerombolan kera.
Lima tahun kemudian, untuk pertama kalinya saya jelaskan latar belakang dan sejarah
lahirnya "Supersemar" itu, karena rakyat Indonesia memang berhak mengetahuinya.
"Supersemar" merupakan bagian sejarah yang sangat penting untuk meluruskan
kembali perjuangan bangsa dalam mempertahankan cita-cita kemerdekaan
dan memberi isi pada kemerdekaan.
Berkenaan dengan ini, beberapa kali saya telah menolak prakarsa untuk memperingati
hari lahirnya "Supersemar" secara besar-besaran. Ini untuk menghindarkan timbulnya mitos terhadap peristiwa itu atau terhadap diri saya sendiri.
Saya tidak pernah menganggap "Supersemar" itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan. Surat Perintah 11 Maret itu juga bukan merupakan alat untuk mengadakan
coup secara terselubung. "Supersemar" itu adalah awal perjuangan Orde Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar